Krido Suprayitno, Camat Pelestari Keanekaragaman Hayati
Pada 29 Februari 2012, Krido dianugerahi
Kehati Award sebagai Pendorong Lestari Kehati atas kerja kerasnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya melalui pelestarian dan pemanfaatan sumber daya
alam hayati.
“Saya tidak punya cita-cita untuk dapat penghargaan. Ini adalah sebuah anugerah kami mendapatkan Kehati Award, agark terus memotivasi masyarakat, mengisi pembangunan berbasis keanekaragaman hayati. Bekerja seperti ini amanah dan ibadah,” ungkapnya sesaat setelah mendapatkan Penghargaan Kehati Award belum lama ini.
“Saya tidak punya cita-cita untuk dapat penghargaan. Ini adalah sebuah anugerah kami mendapatkan Kehati Award, agark terus memotivasi masyarakat, mengisi pembangunan berbasis keanekaragaman hayati. Bekerja seperti ini amanah dan ibadah,” ungkapnya sesaat setelah mendapatkan Penghargaan Kehati Award belum lama ini.
Di mana ada Krido Suprayitno,
maka di sanalalah perubahan yang baik
bagi masyarakat sekitar terjadi. Dia pun mendapatkan sejumlah penghargaan. Saat
menjadi Camat di Kecamatan Barbah dan Kecamatan Turi, Krido Suprayitno
mendapatkan penghargaan Kalpataru kategori Pembina Lingkungan (2011). Dia
dianggap berhasil melakukan pembinaan lingkungan hidup kepada masyarakat di dua
kecamatan tersebut.
Pada 29 Februari 2012, Krido dianugerahi
Kehati Award sebagai Pendorong Lestari Kehati atas kerja kerasnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya melalui pelestarian dan pemanfaatan sumber daya
alam hayati.
“Saya tidak punya cita-cita untuk
dapat penghargaan. Ini adalah sebuah anugerah kami mendapatkan Kehati Award, agark terus
memotivasi masyarakat, mengisi pembangunan berbasis keanekaragaman hayati.
Bekerja seperti ini amanah dan ibadah,” ungkapnya sesaat setelah mendapatkan
Penghargaan Kehati Award belum lama ini.
Perjuangan Krido dimulai saat
ditugaskan sebagai Camat Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta (2004). Turi,
yang merupakan kawasan lereng Merapi saat itu mengalami masalah kerusakan
lingkungan. Masyarakat banyak menjadi penambang pasir. Bahkan lahan pekarangan
warga juga dikeruk pasirnya. Ratusan hektar lahan menjadi rusak, tak dapat
ditanami. Padahal kawasan desa Girikerto dan Wonokerto, Kecamatan Turi adalah
penyangga lereng Merapi.
Krido Suprayitno berusaha
mengajak warganya untuk membangun saluran irigasi. Saluran pipa sepanjang 5
kilometer dari Kali Bedog akhirnya dapat dibangun, dan mengairi lahan pertanian
warga. Warga kemudian membuat kesepakatan, ditandatangani pejabat kecamatan dan
tokoh masyarakat. Warga tidak diperbolehkan menambang pasir secara liar. Jika
bersikeras, akan dapat sanksi sosial, seperti diasingkan dari pergaulan hingga
jika punya hajatan atau meninggal, tidak akan ada yang membantu. Kesepakatan
ini masih berlaku hingga sekarang. Para penambang liar pasir akhirnya beralih
profesi menjadi peternak dan petani. Lahan bekas galian pasir ditanami salak.
“Salak merupakan aset sekaligus
identitas asli Kecamatan Turi. Saya berupaya dapat paten supaya bibit tidak
dikloning”, tutur Krido. Ini didasari, bibit salak asli Turi sebelumnya dijual
secara terbuka.
Dengan sistem tebas selektif,
bibit salak asli tetap terlindungi, dan panen salak bisa dilakukan setiap saat,
tanpa bergantung musim. Ini semakin menguntungkan petani, karena harga selalu
stabil, meski sedang penen raya. Namun kondisi ini sempat terpuruk, saat erupsi
Merapi. Banyak pohon salak mati terkena abu vulkanik.
Saat ini sudah ada 19 jenis
tanaman salak dari seluruh nusantara yang diberdayakan oleh petani. Kebun salak
yang luas menarik kembali habitat burung Punglor. Burung punglor, atau biasa
disebut Anis Merah adalah satwa asli di kawasan ini. Burung ini langka, karena
hanya dapat hidup di habitat seputar tanaman salak. Burung ini berhasil
ditangkarkan. Saat ini burung punglor menjadi identitas Kabupaten Sleman.
Dari Turi Menuju Berbah
Setelah dua tahun menjabat Camat
Turi, Krido ditugaskan menjadi Camat Berbah. Tepatnya Agustus 2006. Saat itu
sleman baru saja dilanda gempa yang cukup parah, yang paling hancur adalah
kecamatan Berbah. Saat itu diprediksi kecamatan Berbah baru bisa pulih 8 tahun
kemudian. Tapi dengan kemandirian dan potensi di wilayah Berbah, seperti
perikanan, peternakan dan tanaman pangan, Berbah dapat pulih lebih cepat. Berbah
hanya butuh waktu 3-4 tahun untuk kembali ke keadaan semula.
Krido menggagas rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca gempa. Rumah yang hancur dibangun kembali. Setelah rumah
berdiri, di sekitarnya dibangun kolam lele. “Berbah Gumregah” jadi semboyannya,
untukmenyemangati warga agar bangkit kembali.
Tak hanya itu, pertanian,
perikanan dan peternakan dioptimalkan. Perikanan rumah tangga jadi fokusnya.
Kini Berbah berubah menjadi kawasan Minapolitan. Kawasan minapolitan di Sleman
berbeda dengan kawasan minapolitan di kabupaten lain, karena Berbah tidak
memiliki kawasan laut. Sehingga mengandalkan budidaya perikanan darat. Ribuan
kolam banyak ditemui di Kecamatan Berbah. Berbah juga menjadi sentra pembibitan
benih ikan, mulai dari ikan nila, lele hingga ikan hias seperti koi dan silver
arwana.
Warga juga melakukan pelestarian
tanaman unggulan, utamanya Jambu Dalhari. Agar bibit jambu air ini tidak
keluar, Krido memproteksi penjualan bibit jambu Dalhari. Indukan jambu
diproteksi. Krido juga berhasil mematenkan jambu Dalhari menjadi produk khas
Berbah, sekaligus Sleman. Saat ini masih ada pohon induk tunggal yang
dilestarikan. Tidak boleh keluar dari Berbah. Hanya turunannya saja yang dijual
bebas. Itupun terbatas dipasarkan di Berbah dan Prambanan. Di dua lokasi itu,
Krido membentuk Sentra Mozaik Jambu Dalhari.
“Syukurlah. Ini bukti kerja keras
kita semua. Kalau dulunya di tahun 2006, harga jambu Dalhari hanya 2.500
sekarang menjadi Rp 10.000. Ini harga di tingkat petani. Di supermarket
harganya bisa dua kali lipat,”
Upayanya ini banyak melibatkan
ibu-ibu rumah tangga. Mendorong masyarakat melalui kegiatan usaha kelompok
dengan kekuatan ketahanan keluarga usaha masyarakat. Tak berhenti di jambu Dalhari, Krido juga
mengembangkan kacang mete. Kacang mete banyak ditanam di lahan-lahan kritis.
Tepat di akhir tahun 2011 Krido
dipindah tugas menjadi camat Depok, Kabupaten Sleman. Pindah tugas rupanya tak
menghentikan upaya Krido untuk menjaga kelestarian hayati. Depok sangat berbeda
karakternya dengan dua kecamatan sebelumnya, Berbah dan Turi. Depok penduduknya
lebih padat dan sudah penuh dengan pemukiman dan gedung-gedung. Taman-taman
kota sangat minim. Krido berupaya keras agar Depok dapat menjadi kawasan hijau.
Dia melihat celah lahan pekarangan sebagai alternative warga. Setiap warga
diharapkan dapat menanami pekarangan rumah dengan pepaya lokal. Pilihannya
jatuh kepada papaya karena tanaman ini cepat sekali berbuah, tak mengenal
musim. Pepaya juga cukup mudah ditanam, tak perlu pemeliharaan yang rumit.
Dibiarkan saja, tetap berbuah, agar
bagus, dia menyarankan menggunakan pupuk kompos. Dia berharap Depok bisa
menjadi daerah urban yang sungainya bersih dan bantarannya hijau. [Luluk Uliyah
]
Mau tanya, alamat atau nomer HP beliau Pak Krido Suprayitno dimana ya? Apakah penangkaran burung Anis sampai saat masih berjalan ?
BalasHapusPak camat alamat turinya dimana?
BalasHapus