Tiwul, Nasibmu Kini
Masih ingatkah kamu dengan makanan
tiwul? Anak-anak muda jaman sekarang mungkin banyak yang asing dengan makanan
ini. Atau mereka malah tak pernah mendengarnya. Tiwul dibuat dari gaplek atau
singkong yang dikeringkan. Kemudian digiling atau ditumbuk menjadi tepung.
Tepung ini kemudian dikukus hingga matang menjadi tiwul.
Sewaktu saya masih kecil, tiwul menjadi
menu jajanan sehari-hari. Tak Cuma tiwul, ada juga Gatot, gethuk, dan makanan
lain yang diolah dari umbi-umbian. Bahkan di beberapa daerah, tiwul menjadi
santapan utama.
Namun nasib tiwul sekarang
terpinggirkan. Seiring dengan anggapan bahwa mengkonsumsi tiwul berarti dijerat
kemiskinan. Makan tiwul berarti tak sejahtera. Anggapan ini muncul seiring
dengan upaya pemerintah yang menyeragamkan makanan pokok masyarakt menjadi
beras. Bahkan di Sekolah-sekolah diajarkan, lewat ”4 sehat 5 sempurna” bahwa
makanan pokok adalah nasi. Lambat laut tiwul dan yang lain tergeser hanya jadi
makanan penyanding, yang kemudian juga makin terpinggirkan.
Kebijakan pemerintah yang mengedepankan
beras menjadi satu-satunya pangan local dan meminggirkan sumber pangan local
yang lain, juga turut menghilangkan sumber-sumber pangan local. Belum lagi
guyuran makanan berbahan berbahan dasar gandum yang masuk hingga ke desa-desa,
makin meminggirkan kedigdayaan pangan local.
Perlu upaya yang cukup keras untuk
kembali memperkenalkan pangan local kita yang beranekaragam, sehingga tak
melulu bergantung pada beras dan gandum.
Mari kita kenalkan pangan local kepada
orang-orang di sekitar kita. [ ]
Sumber foto : www.goindonesia.com
Komentar
Posting Komentar