Lima Plus Satu Sarjana

Dinding di beranda rumah Bapak ini seperti menampilkan pencapaian tertinggi yang telah diraih Bapak. Lima anaknya, plus satu anak yang ikut bulek, telah menjadi sarjana. Hanya adik saya yang nomor 6 tidak menjadi sarjana. Ia sakit skizofrenia pada saat semester lima, hingga kini.

Kami tujuh bersaudara. Kakak pertama, lulus sarjana di Jurusan Matematika STKIP Lumajang, kakak kedua lulus sarjana Sastra Sejarah di Fakultas Sastra UNEJ, kakak ketiga lulus Kesejahteraan Sosial di FISIP UNEJ, saya lulus di Pertanian UNEJ, adik nomor 5 lulus sarjana Sejarah Indonesia di UNEJ, adik nomor 6 kuliah di Fakultas Hukum UNEJ hingga semester lima dan tidak bisa melanjutkan karena skizofrenia, dan yang bontot lulus sarjana Pertanian UNEJ.

Bapak saya hanya sekolah sampai kelas dua SD. Dia hanyalah petani dan peternak sapi perah. Tapi semangatnya luar biasa untuk menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana.

"Anaknya wong ngarit sapi, jangan kalah sama anak orang lain. Anak-anak bapak harus sekolah sampai tinggi," katanya di kala itu.

"Ini adalah warisan bapak. Ilmu adalah warisan yang tidak pernah lekang dimakan waktu," itu pesan bapak yang selalu disampaikan kepada anak-anaknya.

Bisa dibayangkan bagaimana saat kami kuliah dulu, karena jarak umur kami yang hanya dua tahun. Kalau waktunya membayar SPP, maka kami selalu kompak, yang paling muda yang didahulukan. Karena yang tua sudah biasa membayar kuliah terlambat, sudah tahu lika-liku mengurus surat keterlambatan pembayaran.

Untuk tempat tinggal saat di Jember pun, kami tidak kos. Bapak membeli tanah di Mastrip 61A dan diatasnya dibangun rumah bambu. Semua dikumpulkan di sana. "Kos mahal, jadi kalian harus saling menjaga di rumah gedhek ini," pesannya.

Melihat kembali dinding beranda ini, saya merasa kecil sekali. Kesulitan yang saya hadapi dalam membesarkan dua anak dalam kondisi saya sebagai orang tua tunggal rasanya belum apa-apa jika dibandingkan dengan bapak dan emak yang berjuang untuk menyekolahkan semua anaknya hingga menjadi sarjana.

"Ayo Luluk, kamu pasti bisa menghantarkan Rimba dan Intan menjadi anak-anak yang sukses dan berhasil".

Azaaa... azaaaaa.... fighting.....

Lumajang, 10 Mei 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiwul, Nasibmu Kini

Green Community dan Desa Wisata Konservasi

Cerita Secangkir Kopi