Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2011

Laut Yang Semakin Sepi

Perubahan iklim sangat mengganggu kehidupan nelayan tradisional. Cuaca yang buruk, gelombang besar hingga gelombang pasang, membuat mereka tak bisa melaut. Pendapatan nelayan menurun karena nelayan tak berani berlayar jauh dari pantai akibat gelombang laut yang tinggi. Akibatnya, harga ikan melonjak tajam dan bisnis penangkapan ikan merosot hingga 50 persen. Sementara pendapatan nelayan juga ikut turun, antara 50 – 70 persen. Harga-harga ikan seperti kakap, tuna, bawal, tongkol, lalu kepiting, udang, dan cumi di pasar-pasar tradisional pun merangkak naik, mencapai 30 – 70 persen. Sebut saja ikan tongkol kecil, yang biasanya hanya Rp. 3000-5.000,-  per ekor naik menjadi Rp. 9 ribu. Ikan tuna juga naik, dari Rp. 20.000,- per kg menjadi Rp. 27.000 per kg.  Cuaca buruk dan hujan berkepanjangan yang terus terjadi sejak tahun 2010  menyebabkan nasib nelayan makin terpuruk (Kompas, 3 Januari 2011).

Hak Penguasaan Perairan Pesisir VS Peminggiran Nelayan Tradisional

Saat ini Bona mulai resah dan khawatir. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) telah memberikan kuasa kepada para pemodal untuk melakukan pengkaplingan dan mengkomersialisasi perairan pesisir lewat Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3). Dengan Undang-Undang ini, kearifan masyarakat Lamalera akan digusur dan disingkirkan, yang berarti akan menghilangkan identitas tradisi masyarakat Lamalera. Dan ini juga akan mengancam nelayan-nelayan tradisional yang ada di seluruh pesisir Indonesia.